TUGAS PENDIDIKAN
PANCASILA
PERMASALAHAN
PADA SILA KE 2 KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
Disusun
Oleh:
Nama : Ivana
Dewi Safitri
NIM : 16/393879/KH/08872
Dosen
: Dr. Heri Santoso
PENDIDIKAN PANCASILA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
A.
Pengertian Sila
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Kemanusiaan
berasal dari kata manusia, yaitu makhluk berbudi yang memiliki potensi pikir,
rasa, karsa, dan cipta karena berpotensi menduduki/memiliki martabat yang
tinggi. Dengan akal budinya, manusia berkebudayaan, dengan budi nuraninya,
manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma. (Setijo,2010)
Adil
mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma
yang objektif, tidak subjektif apalagi sewenang-wenang dan otoriter.
(Setijo,2010)
Beradab
berasal dari kata adab, memiliki arti budaya yang telah berabad-abad dalam
kehidupan manusia. Jadi, berabad berarti kebudayaan yang lama berabad-abad,
bertata kesopanan, berkesusilaan/bermoral, adalah kesadaran sikap dan perbuatan
manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya, baik terhadap
diri pribadi, sesama manusia maupun terhadap alam dan Sang Pencipta.
(Setijo,2010)
Jadi,
sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab” mengandung
pengertian bahwa bangsa Indonesia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat
dan martabatnya selaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang sama
derajatnya, sama hak dan kewajibannya, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras,
dan keturunan. (Nurdiaman, 2007)
Selain
disebutkan di atas, NKRI merupakan negara yang menjunjung tinggi hak asasi
manusia (HAM), negara yang memiliki hukum yang adil dan negara berbudaya yang
beradab. (Setijo,2010)
Negara
ingin menerapkan hukum secara adl berdasarkan supremasi hukum serta ingin
mengusahakan pemerintah yang bersih dan berwibawa, di samping mengembangkan
budaya IPTEK berdasarkan adab cipta, karsa, dan rasa serta karay yang beerguna bagi nusa dan bangsa, tanpa
melahirkan primordial dalam budaya. (Setijo,2010)
B.
Penyimpangan
Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Penyimpangan dan pelanggaran terhadap nilai sila-sila Pancasila terus
terjadi dari setiap tahun ke tahun. Banyak kasus-kasus yang bermunculan di
negara Indonesia ini. Berikut beberapa contoh kasus penyimpangan terhadap sila
kedua Pancasila :
a. Tragedi
Trisakti (12 Mei 1998)
b. Hutang Ciptakan Ketidakadilan bagi Rakyat Miskin
c. Tragedi Kemanusiaan Etnis
Tionghoa (13-15 Mei 1998 )
d. Kasus
Penembakan di Lapas Cebongan (5 April 2013)
e. Kasus
Penelantaran 5 Orang Anak di Cibubur
Dari contoh kelima kasus tersebut yang akan dibahas disini adalah
tentang kekerasan terhadap anak. Karena kasus tersebut merupakan salah satu
contoh kasus yang sedang menjadi polemik di negara Indonesia. Ini adalah alarm
bahwa nilai Pancasila belum di amalkan dengan matang. Sehingga hal ini terjadi
berulang dan menjadi contoh yang buruk di tanah air ini.
C. Kasus
Kekerasan Pada Anak
§ Kronologi
Kejadian Kasus Penelantaran 5 Orang Anak di Cibubur
Pasangan suami
Utomo Permono (45) dan istri Nur Indriasari (42) yang menelantarkan kelima
anak mereka resmi menyandang status tersangka. Penetapan status itu
diputuskan setelah penyidik menerima hasil analisis psikologi Utomo dan Nuri
yang menunjukkan keduanya menentarkan anaknya dengan kesadaran penuh.
Kelima
anak yang ditelantarkan itu berinisial D (8) serta 4 saudarinya, C dan L
(10), D (8), Al (5), dan DA (3). Nasib D sangatlah malang. Dia mondar mandir
mengendarai sepeda selama sebulan di Perumahan Citra Gran Cibubur. Pada siang
hari D mondar-mandir di perumahan tersebut, ke rumah tetangga dan ke
tempat-tempat lainnya selain rumah. Kemudian malam harinya, D tidur di pos
jaga. Selain tidak diperbolehkan masuk rumah, Dani juga sudah tidak bersekolah
sejak sebulan lalu.
D memang
bukan anak jalanan. Tapi hidupnya sama terlantarnya dengan mereka yang di
jalanan. Entah apa yang terjadi padanya, hingga bocah tersebut mulai berani
mencuri. Dari sandal, sepatu, hingga makanan milik warga pernah diambil bocah
tersebut.
Krishna Murti
mengatakan, selain hasil kejiwaan pelaku, polisi juga mengantongi 2 alat bukti,
yaitu hasil visum fisik anak dan keterangan saksi ahli tentang kondisi psikis
anak. Dari hasil visum et repecentrum, kondisi fisik kelima anak yang
ditelantarkan mengalami gizi buruk. Selain itu ada bekas luka di kaki anak D
(8) yang menunjukkan masa penyembuhan lukanya lama akibat pukulan benda tumpul.
Dari 2 hal tersebut dianggap sebagai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh
penyidik.
Dengan
ditetapkannya Tomo dan Nuri sebagai tersangka, maka keduanya dijerat pasal
berlapis yaitu Pasal 76B juncto 77B dan Pasal 80 juncto 76C Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 44 atau Pasal 5
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT. “Pasal-pasal tersebut karena
kedua pelaku terbukti melakukan penelantaran dan kekerasan terhadap anak mereka
dalam kurun waktu 2014-2015,” jelas Krishna.
Saat
menggeledah rumah milik pasangan suami istri UP alias T dan NS, kondisi rumah 2
lantai itu sangat memprihatinkan, berantakan dan banyak sampah. Polisi
mendapati 4 anak perempuan dalam kondisi fisik yang buruk. Mereka seperti
kekurangan gizi dan tertekan. Saat polisi dan KPAI hendak mengamankan anak-anak
malang tersebut, sang ayah mencoba menghalau dan bersikeras ia berhak melakukan
perbuatan itu karena ia ayah kandung kelima anak.
Keduanya
pun digelandang ke Polda Metro Jaya untuk diperiksa sebagai saksi. Saat
pengembangan kasus, polisi menemukan paket sabu di dalam kamar tidur kedua
pelaku. Keduanya lalu ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kepemilikan
narkoba dan diserahkan ke Direktorat Narkotika, sembari menjalani pemeriksaan
kejiwaan. (Sumber: liputan6.com tanggal 17
Juni 2015)
D.
Opini Tentang Kasus Kekerasan Pada Anak
Kekerasan
terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan
emosional, atau pengabaian terhadap anak. Sebagian besar terjadi kekerasan
terhadap anak di rumah anak itu sendiri dengan jumlah yang lebih kecil terjadi
di sekolah, di lingkungan atau organisasi tempat anak
berinteraksi. Menurut Undang-undang Perlindungan anak No 23 Tahun 2002,
Kekerasan terhadap anak dalam arti kekerasan dan penelantaran anak adalah semua
bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik maupun emosional, penyalahgunaan
seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain yang
mengakibatkan cidera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan
anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak, atau martabat anak-anak
atau kekuasaan.
Seharusnya
kekerasan terhadap anak bukan suatu kultur dan ini yang harus diluruskan dalam
program pencegahan deteksi dini. Serta perlunya pemahaman di sekolah, rumah,
dan anggota keluarga, bahwa memukul anak yang diklaim sebagai suatu proses
pembelajaran agar lebih baik, justru itu merupakan satu bentuk kekerasan kepada
anak.
Kasus
kekerasan pada anak ini memang miris untuk terdengar oleh telinga kita sebagai
warga Indonesia. Tentu hal ini telah melenceng dari sila kedua Pancasila, yaitu
“Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Karena dalam sila
kedua terkandung nilai-nilai humanistis yang harus kita terapkan pada segala
aspek kehidupan, antara lain:
· Pengakuan
terhadap adanya martabat manusia dengan segala hak asasinya yang harus
dihormati oleh
siapapun.
· Perlakuan
yang adil terhadap sesama manusia.
· Pengertian
manusia beradab yang memiliki daya cipta, rasa, karsa dan iman, sehingga
nyatalah bedanya dengan makhluk lain.
Nilai-nilai tersebut akan semakin
pudar jika kita tidak segera menghentikan kebiasaan-kebiasaan buruk orang yang
mendidik anak dengan menggunakan kekerasan sebagai alat disiplin yang
sebenarnya tidak ada pengaruh positif bagi anak.
Bentuk
kekerasan pada anak sendiri terdiri dari kekerasan fisik, kekerasan secara
verbal, dan kekerasan secara mental. Hal ini terlihat jelas pada kasus
penelantaran 5 orang anak di Cibubur tersebut. Kedua orang tuanya telah
melakukan ketiga bentuk kekerasan tersebut yaitu berupa adanya bekas luka di
kaki anak akibat pukulan benda tumpul, kelima anak tersebut mengalami gizi
buruk, dan lebih mirisnya menelantarkan mereka di jalanan. Hal ini akan sangat
berdampak buruk pada kelangsungan hidup anak-anak tersebut baik terhadap mental
maupun psikisnya.
E. Solusi
Untuk Kasus Kekerasan pada Anak
Sebagai
bentuk penegakan hukum di Indonesia, kekerasan terhadap anak sudah melanggar
sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Dan itu tertulis pula dalam
Undang-undang yang menyinggung tentang perlindungan anak. Hukuman kepada pelaku
sangat penting untuk membuat efek jera dan takut untuk mengulangi tindak
kekerasan yang sama. Kekerasan terhadap anak memiliki dampak sangat dalam
sehingga pelaku haruslah dihukum. Semua sanksi dari bentuk kekerasan sudah
tercantum di dalam undang-undang, hanya saja penerapannya masih perlu
pendalaman lebih jauh tentang kasusnya. Namun, kekerasan tersebut dapat di
minimalisir atau dicegah.
Tindakan
pencegahan diperlukan untuk menekan tingkat frekuensi kekerasan yang melanggar
keberadabannya sesama manusia. Kiat yang bisa dilakukan untuk itu adalah :
1.
Membantu anak melindungi diri
Dengan memberikan
pemahaman dan mengajarkan anak untuk menolak segala perbuatan yang tidak
senonoh dengan segera meninggalkan di mana sentuhan terjadi. Mengingatkan anak
untuk tidak gampang mempercayai orang asing dan membuat anak untuk selalu menceritakan
jika terjadi sesuatu pada dirinya.
2.
Pembekalan ilmu bela diri
Bela diri
dapat digunakan untuk membela diri sendiri dari ancaman-ancaman yang ada. Namun
tetap harus diberikan pengarahan bahwa ilmu bela diri dipelajari bukan untuk
melakukan kekerasan.
3.
Maksimalkan peran sekolah
Sekolah
harus memiliki fungsi kontrol sosial, yakni sekolah memiliki assesment (penilaian) terhadap perilaku
anak. Sekolah juga harus menggagas aktivitas-aktivitas internal sekolah yang
bersifat positif.
4.
Pendidikan budi pekerti
Salah satu
solusi untuk mencegah krisis moral yang melanda di kalangan generasi penerus
adalah mengajarkan budi pekerti, baik di rumah maupun di sekolah.
5.
Melaporkan kepada pihak berwajib
Hal ini
bertujuan agar segera diambil tindakan lebih lanjut terhadap tersangka dan
mengurangi angka kejahatan yang sama terjadi.
Daftar Pustaka
Anonim. 2016. Kekerasan
Terhadap Anak.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan_terhadap_anak. Diterbitkan pada 7 Agustus
2015.
Janur, Katharina. Ada 21 Juta Kasus, Papua
Darurat Kekerasan Anak.
http://news.liputan6.com/read/2345557/ada-21-juta-kasus-papua-darurat-kekerasan-anak.
Diterbitkan pada 21 Oktober 2015.
Nurdiaman, Aa. 2007.
Pendidikan Kewarganegaraan Kecakapan Berbangsa dan Bernegara.
Bandung
: Pribumi Mekar.
Prosdaya, Pop Sumbar. Bentuk Kekerasan Pada Anak.https://www.facebook.com/notes/posdaya-
kab-solok/bentuk-kekerasan-pada-anak/536336126482864.
Diterbitkan pada 30 Maret
2014.
Santoso, Audrey. Penelantar 5 Anak di Cibubur Jadi
Tersangka.
http://news.liputan6.com/read/2253954/pasutri-penelantar-5-anak-di-cibubur-jadi-tersangka-kdrt.
Diterbitkan pada 17 Juni 2015.
Setijo, Pandji. 2010 .
Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa Dilengkapi
Undang-Undang
Dasar 1945 dan Amandemen. Jakarta : Grasindo.
Syarifah, Fitri. Trauma Anak yang Ditelantarkan
Bakal Dibawa Seumur Hidup.
http://health.liputan6.com/read/2238857/trauma-anak-yang-ditelantarkan-bakal-dibawa-
seumur-hidup. Diterbitkan pada 25 Mei 2015.
Yohana, Yosephine.
2013. Penyebab
Kekerasan Terhadap Anak.
http://yosephineyohana.blogspot.co.id/2013/09/penyebab-kekerasan-terhadap-anak-pi-gw.html.
Diakses tanggal 15 November 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar